Bikin Avatar Tanpa Kaki, Metaverse Milik Meta Meragukan?

Published

27 December 2022

Share

, ,
Bikin Avatar Tanpa Kaki, Metaverse Milik Meta Meragukan?

2022 merupakan tahun yang cukup sulit bagi industri teknologi dalam mewujudkan bentuk “Internet” yang sesungguhnya, tak terkecuali Metaverse

Konsep Metaverse yang dipopulerkan oleh CEO Meta, Mark Zuckenberg ini tengah menghadapi banyak pandangan miring salah satunya adalah dengan munculnya pertanyaan mengapa avatar di Metaverse ditampilkan tanpa kaki dan bahkan terlihat seperti hantu. Hal tersebut pun disangkutpautkan dengan anggapan bahwa teknologi yang menampilkan avatar itu juga seperti tanpa “kaki” atau tidak memiliki pondasi yang kuat.

Dilansir dari wired.com, Globalxtreme mengumpulkan beberapa informasi terkait perkembangan “dunia baru” ala Facebook di mana Metaverse didefinisikan sebagai sebuah seperangkat ruang virtual, tempat seseorang dapat membuat dan menjelajah dengan pengguna internet lainnya yang tidak berada pada ruang fisik yang sama dengan orang tersebut. Salah satu yang pada Oktober 2022 lalu dirilis, yaitu aplikasi Metaverse Horizon Worlds yang dinilai masih perlu banyak pembenahan.

Horizon Worlds merupakan aplikasi andalan Meta guna menunjukan potensi Metaverse yang digaungkan oleh CEO Meta Mark Zuckerberg sejak tahun 2021 lalu. Hal tersebut disampaikan oleh Vishal Shah, VP Metaverse Meta yang mengakui bahwa Horizon World masih memiliki banyak masalah, khususnya bug yang mempengaruhi kegunaanya dan jika digunakan, Anda seperti melayang dan tidak punya kaki. Horizon Worlds adalah aplikasi yang dirancang untuk menarik pengguna yang saat ini membeli headset VR merek Meta Quest.

Meta telah mempertimbangkan untuk bagaimana membuat avatar lebih realistis dan hal itu sudah dilakukan selama bertahun-tahun. Dalam sesi Instagram AMA (Ask Me Anything) awal pekan lalu, Andrew Bosworth, VP Reality Labs Meta dan CTO mengakui kesulitan menyelesaikan tugas sambil mengatakan perusahaan sedang mempertimbangkan bagaimana menyelesaikannya.

Menurut Andrew, melakukan proses tracking pada bagian kaki secara akurat sangat sulit dan tak dapat diterapkan hanya dari sudut pandang fisika jika dengan headset yang ada. Ia menambahkan bahwa Meta baru mampu melacak tubuh bagian atas seeorang dengan baik menimbang penggunaan headset dan pengotrolnya.

Meta sendiri telah menghabiskan sekitar 36 miliar dolar AS untuk mewujudkan Metaverse yang bisa diaksesk global dan berjalan permanen melalui project Horizon Worlds di mana banyak yang menyebutnya seperti masuk ke dalam kota hantu yang glitchy (dikarenakan banyaknya masalah bug). Perkembangannya kini, tak hanya Meta saja, tetapi Microsoft, Disney, Procter & Gamble, sampai banyak agensi kreatif sudah mulai mempekerjakan posisi “Chief Metaverse Officer”.

Meta tengah mempertaruhkan semuanya lewat project Metaverse ini mulai dari mengubah nama perusahaan, sampai menghabiskan banyak uang untuk mewujudkannya dengan keyakinan bahwa dunia virtual ini merupakan masa depan yang tak terelakkan. Bahkan penulis, Neal Stephenson yang menciptakan kata “metaverse” dalam novelnya pada tahun 1992 yang berjudul “Snow Cash” sudah mendirikan perusahaan di metaverse pada tahun 2022.

Dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan rintisan metaverse seperti Decentraland dan Sandbox berhasil menarik minat pemodal venture dengan menyebut diri mereka sebagai pusat ekonomi baru yang digerakkan oleh Non-fungible token (NFT). Terlepas dari proyeksi besar yang mereka janjikan, kedua perusahaan tersebut hanya sebuah ceruk di mana ada beberapa laporan yang menyebutkan jika Decentraland hanya memiliki 38 pengguna aktif dari angka yang disebutkan sebelumnya sejumlah 8.000 pengguna aktif setiap hari. Lalu, mengapa Zuckerberg nekat mempertarukan bisnisnya pada sesuatu yang masih rapuh dan mudah goyah, seolah tanpa “kaki”?

Demi mewujudkan impiannya untuk Metaverse, CEO Meta Mark Zuckerberg harus mempertaruhkan hartanya. Bloomberg melaporkan kekayaan miliader itu turun sebesar 71 miliar dolar AS atau sekitar Rp 1.000 triliun, meninggalkan sisa 55,9 miliar dolar AS. Ini membuat Zuckerberg menjadi orang terkaya ke-20 di dunia. Hal ini cukup menimbulkan spekulasi miring terkait ide Zuckerberg yang dinilai oleh beberapa ahli, seperti pendapat rekan senior Harvard Business School dilansir Futurism, Bill George yang menilai kalau mantan orang terkaya nomor 3 itu sedang tersesat.

Para pemimpin industri Teknologi Besar, Zuckerberg khususnya, dinilai telah bertaruh besar-besaran dengan berani bahwa mereka dapat mengambil untung dari metaverse. Namun, hal ini dinilai tidak bisa secara otomatis ditambah ambisi besar Meta.

Metaverse paling sukses saat ini adalah platform game seperti Roblox dan Fortnite dari Epic Games. Tapi Meta tidak berniat menjadi Roblox atau Fortnite berikutnya dimana mereka ingin membuatnya bisa menjadi tempat orang pergi bekerja, bermain, nongkrong, membaca, streaming, menggulir dan tentu saja, membeli hal-hal seperti dunia nyata.

Terlepas dari pro dan kontra yang muncul menyelimuti perkembangan Metaverse sendiri dibutuhkan koneksi Internet yang berkualiatas, seperti Globalxtreme untuk bisa merasakan pengalaman dunia virtual yang mulus dan lancar tanpa hambatan. Globalxtreme berkomitmen memberikan yang terbaik kepada pelanggan melalui jaringan infrastruktur yang memadai, teknisi berpengalaman, dan layanan customer service 24/7. Sebagai ISP dengan layanan 5 GHz nomor satu di Bali, GlobalXtreme memberikan penawaran layanan Internet mulai dari 300.000 rupiah dengan kecepatan 75 Mbps sampai 1 Gbps (Dedicated Link) dan untuk info lebih lanjut hubungi (0361) 736-811.

Bikin Avatar Tanpa Kaki, Metaverse Milik Meta Meragukan?

2022 merupakan tahun yang cukup sulit bagi industri teknologi dalam mewujudkan bentuk “Internet” yang sesungguhnya, tak terkecuali Metaverse

Konsep Metaverse yang dipopulerkan oleh CEO Meta, Mark Zuckenberg ini tengah menghadapi banyak pandangan miring salah satunya adalah dengan munculnya pertanyaan mengapa avatar di Metaverse ditampilkan tanpa kaki dan bahkan terlihat seperti hantu. Hal tersebut pun disangkutpautkan dengan anggapan bahwa teknologi yang menampilkan avatar itu juga seperti tanpa “kaki” atau tidak memiliki pondasi yang kuat.

Dilansir dari wired.com, Globalxtreme mengumpulkan beberapa informasi terkait perkembangan “dunia baru” ala Facebook di mana Metaverse didefinisikan sebagai sebuah seperangkat ruang virtual, tempat seseorang dapat membuat dan menjelajah dengan pengguna internet lainnya yang tidak berada pada ruang fisik yang sama dengan orang tersebut. Salah satu yang pada Oktober 2022 lalu dirilis, yaitu aplikasi Metaverse Horizon Worlds yang dinilai masih perlu banyak pembenahan.

Horizon Worlds merupakan aplikasi andalan Meta guna menunjukan potensi Metaverse yang digaungkan oleh CEO Meta Mark Zuckerberg sejak tahun 2021 lalu. Hal tersebut disampaikan oleh Vishal Shah, VP Metaverse Meta yang mengakui bahwa Horizon World masih memiliki banyak masalah, khususnya bug yang mempengaruhi kegunaanya dan jika digunakan, Anda seperti melayang dan tidak punya kaki. Horizon Worlds adalah aplikasi yang dirancang untuk menarik pengguna yang saat ini membeli headset VR merek Meta Quest.

Meta telah mempertimbangkan untuk bagaimana membuat avatar lebih realistis dan hal itu sudah dilakukan selama bertahun-tahun. Dalam sesi Instagram AMA (Ask Me Anything) awal pekan lalu, Andrew Bosworth, VP Reality Labs Meta dan CTO mengakui kesulitan menyelesaikan tugas sambil mengatakan perusahaan sedang mempertimbangkan bagaimana menyelesaikannya.

Menurut Andrew, melakukan proses tracking pada bagian kaki secara akurat sangat sulit dan tak dapat diterapkan hanya dari sudut pandang fisika jika dengan headset yang ada. Ia menambahkan bahwa Meta baru mampu melacak tubuh bagian atas seeorang dengan baik menimbang penggunaan headset dan pengotrolnya.

Meta sendiri telah menghabiskan sekitar 36 miliar dolar AS untuk mewujudkan Metaverse yang bisa diaksesk global dan berjalan permanen melalui project Horizon Worlds di mana banyak yang menyebutnya seperti masuk ke dalam kota hantu yang glitchy (dikarenakan banyaknya masalah bug). Perkembangannya kini, tak hanya Meta saja, tetapi Microsoft, Disney, Procter & Gamble, sampai banyak agensi kreatif sudah mulai mempekerjakan posisi “Chief Metaverse Officer”.

Meta tengah mempertaruhkan semuanya lewat project Metaverse ini mulai dari mengubah nama perusahaan, sampai menghabiskan banyak uang untuk mewujudkannya dengan keyakinan bahwa dunia virtual ini merupakan masa depan yang tak terelakkan. Bahkan penulis, Neal Stephenson yang menciptakan kata “metaverse” dalam novelnya pada tahun 1992 yang berjudul “Snow Cash” sudah mendirikan perusahaan di metaverse pada tahun 2022.

Dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan rintisan metaverse seperti Decentraland dan Sandbox berhasil menarik minat pemodal venture dengan menyebut diri mereka sebagai pusat ekonomi baru yang digerakkan oleh Non-fungible token (NFT). Terlepas dari proyeksi besar yang mereka janjikan, kedua perusahaan tersebut hanya sebuah ceruk di mana ada beberapa laporan yang menyebutkan jika Decentraland hanya memiliki 38 pengguna aktif dari angka yang disebutkan sebelumnya sejumlah 8.000 pengguna aktif setiap hari. Lalu, mengapa Zuckerberg nekat mempertarukan bisnisnya pada sesuatu yang masih rapuh dan mudah goyah, seolah tanpa “kaki”?

Demi mewujudkan impiannya untuk Metaverse, CEO Meta Mark Zuckerberg harus mempertaruhkan hartanya. Bloomberg melaporkan kekayaan miliader itu turun sebesar 71 miliar dolar AS atau sekitar Rp 1.000 triliun, meninggalkan sisa 55,9 miliar dolar AS. Ini membuat Zuckerberg menjadi orang terkaya ke-20 di dunia. Hal ini cukup menimbulkan spekulasi miring terkait ide Zuckerberg yang dinilai oleh beberapa ahli, seperti pendapat rekan senior Harvard Business School dilansir Futurism, Bill George yang menilai kalau mantan orang terkaya nomor 3 itu sedang tersesat.

Para pemimpin industri Teknologi Besar, Zuckerberg khususnya, dinilai telah bertaruh besar-besaran dengan berani bahwa mereka dapat mengambil untung dari metaverse. Namun, hal ini dinilai tidak bisa secara otomatis ditambah ambisi besar Meta.

Metaverse paling sukses saat ini adalah platform game seperti Roblox dan Fortnite dari Epic Games. Tapi Meta tidak berniat menjadi Roblox atau Fortnite berikutnya dimana mereka ingin membuatnya bisa menjadi tempat orang pergi bekerja, bermain, nongkrong, membaca, streaming, menggulir dan tentu saja, membeli hal-hal seperti dunia nyata.

Terlepas dari pro dan kontra yang muncul menyelimuti perkembangan Metaverse sendiri dibutuhkan koneksi Internet yang berkualiatas, seperti Globalxtreme untuk bisa merasakan pengalaman dunia virtual yang mulus dan lancar tanpa hambatan. Globalxtreme berkomitmen memberikan yang terbaik kepada pelanggan melalui jaringan infrastruktur yang memadai, teknisi berpengalaman, dan layanan customer service 24/7. Sebagai ISP dengan layanan 5 GHz nomor satu di Bali, GlobalXtreme memberikan penawaran layanan Internet mulai dari 300.000 rupiah dengan kecepatan 75 Mbps sampai 1 Gbps (Dedicated Link) dan untuk info lebih lanjut hubungi (0361) 736-811.